Tuesday 27 October 2015

My Memoirs about You; Semua Tentangmu, Indah Dimataku [Part I]

Deru motor melaju memecah suasana jalanan Tangerang siang itu, aku berujar kepada pengemudi ojek yang kunaiki.
“Mas bisa lebih cepat lagi, tolong?” bisikku sembari mengecek jam yang kupinjam dari abangku sebelumnya.
Si mas ojek tampak tak peduli dengan permintaanku, ia tetap melaju normal, tak tampak ada keinginan untuk  memenuhi permintaanku. Aku menghela napas. Aku telat.

Hari Sabtu kala itu, sedari pagi aku telah terjaga. Aku merapikan badan secepatnya kemudian berangkat ke pasar di bilangan Ciputat. Aku menembus pasar tradisional yang masih lengang itu, memegang secarik kertas berisi hal-hal yang hendak kubeli.
Tidak biasanya aku sesibuk itu dihari liburku. Di hari yang sama dengan keadaan biasa aku mungkin masih asyik bersandar di tempat tidur busa milik abang ku, berselimut sarung sembari memeluk bantal seakan-akan aku dan bantalku adalah teman baik yang kembali bertemu setelah puluhan tahun berpisah. Tetapi hari itu adalah pengecualian. Hari itu bukanlah hari biasa. Hari itu adalah hari aku akan bertemu engkau, sebuah jiwa yang tetiba merenggut kenikmatan atas kesendirianku, berganti dengan keinginan yang sangat untuk bersama berdua. Sebuah pribadi yang tanpa berbicara dengan kata-kata menyelaku akan segala kekuranganku dan menegurku atas kelalaian yang selama ini kupertahankan. Dialah engkau wahai sang Putri Kedua. Harapan yang telah dipendam sekian lama agar bisa bertatap muka denganmu setelah lebih dari lima tahun tak bersua melejitkan semangatku pagi itu.

Setelah menyelesaikan semua hal yang tertulis di daftar yang kubawa, aku bergegas pulang ke kosan abangku.
“Jadi bertemu dengannya?” suara abangku membuyarkan konsentrasiku yang sedang mematut penampilan didepan cermin.
“InshaAllah” ujarku.
“Semoga dimudahkan Allah” balas abangku.
“Aamiin, Makasih bang” jawabku sembari terus sibuk bersiap diri.
“Aku berangkat bang,  Assalamu'alaikum!” teriakku sambil berlari keluar kamar.
Inilah saatnya, detik demi detik kedepan puluhan kilometer jarak yang membentang diantara kita akan sedikit demi sedikit berkurang, membayangkan hal itu, timbul rasa gugup di dadaku, aku gugup , sangat gugup.

“Serpongnya dimana dek?” tanya pengemudi ojek menyadarkanku dari lamunku.
Aku melirik handphoneku yang sudah stand by dengan aplikasi peta Jabodetabek.
“Lurus lagi bang, Serpong Mas Blok E” ujarku.
Si abang dengan sigap meliuk-liuk di sibuknya jalanan serpong, hingga tetiba dia mengambil belokan kekiri dan berujar.
“Ini Serpong Mas, masuk ya dek” akupun mengangguk tanda setuju.

Tak jauh berjalan sampailah aku didepan gerbang blok yang dimaksud. Setelah menjawab beberapa pertanyaan sang penjaga gerbang aku melaju menuju rumah engkau. Hatiku berdegub kencang. Dari jauh aku melihat seorang gadis berdiri terpaku. Hijabnya berkibar tertiup angin siang itu. Aku yang sedari jauh telah melihat pemandangan itu hanya dapat tersenyum. Aku mengenal sosok tersebut. Sosok yang tak pernah kulihat lagi dalam 5 tahun terakhir. Itulah engkau, sang bidadari yang selama ini aku puja. Engkau menungguku didepan rumahmu. Seberkas cahaya memancar jelas dari matamu. Menyiratkan seberkas warna yang akupun tak tau artinya apa. Engkau tersenyum, aku tersenyum. Setelah sekian lama aku melihatmu lagi. Dan kau masih tampak sangat indah, dimataku.

Bersambung..